Tradisi Membakar Tunam dan Bedu'e pada Masyarakat Kabupaten Kaur dalam menyambut Hari Raya Idul Fitri
Disusun Oleh : Nurul Hafiza (E1D020007)
Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dengan 17.508 pulau yang dihuni lebih dari 360 suku bangsa. Hal ini membuat Indonesia kaya akan keragaman budaya dan tradisi. Pengertian tradisi menurut Aliya (2008) adalah adat kebiasaan turun temurun (dari nenek moyang) yang masih dijalankan dalam masyarakat.
Salah satu daerah tersebut yaitu kabupaten kaur yang terletak paling selatan provinsi Bengkulu dan berbatasan langsung dengan Provinsi Lampung. Kabupaten dengan luas daerah 302.559 Ha itu terhimpun dalam 3 adat yaitu yaitu Pasemah, Semende, dan adat Kaur serta memiliki 15 kecamatan.
Membahas tentang tradisi yang ada di Kabupaten Kaur ini cukup menarik karena masih dilakukan masyarakat, akan tetapi tradisi yang ada di daerah ini kurang mendapat sorotan dari media dan kurangnya literature yang ada sehingga tidak terlalu menonjol dibandingkan tradisi yang ada di daerah lain. Artikel ini ditulis berdasarkan studi pustaka, wawancara, dan berdasarkan pengalaman dan pengamatan penulis secara langsung sebagai pelaku sejarah.
Hari raya Idul Fitri adalah hari kemenangan umat Islam, dimana setelah berpuasa sebulan penuh masyarakat bisa kembali ke Fitri. Tradisi yang dilakukan masyarakat dalam menyambut hari kemenanganpun bermacam-macam.
Tradisi yang dilakukan masyarakat Kabupaten Kaur tersebut pada saat menyambut hari kemenangan umat muslim yaitu Hari Raya Idul Fitri yang dilakukan setiap tahunnya. Tradisi yang dilakukanpun bukan hanya satu tapi terdiri dari beberapa tradisi yang erat kaitannya dengan islam dimana mayoritas masyarakat beragama islam.
Sc : Penulis
Tradisi masyarakat Kabupaten Kaur tersebut yaitu;
1. Membakar Tunam
Tunam adalah penerangan yang terbuat dari tempurung/batok kelapa kering yang disusun secara vertikal dengan kayu atau bambu sebagai tiang penyangga, setelah itu di bakar hingga batok kelapa habis menjadi arang. Terdapat perbedaan penamaan dari penerangan tersebut, di Bintan terkenal dengan nama lampu cangkok (Badriyah, 2020). Hakikatnya sama yaitu ingin menjelaskan tentang penerangan tradisional (pelita) untuk menerangi takbiran pada malam hari Raya Idul Fitri. Menara Tunam dibuat dari H-2 hari Raya Idul Fitri dan tradisi membakar Tunam bisa disaksikan sepanjang jalan kabupaten kaur.
Kegiatan membakar tunam sebenarnya memiliki makna filosofi yang sangat mendalam. Relevansi yang dapat penulis jelaskan terkait kegiatan tersebut dengan kajian psikologi yaitu unsur-unsur psikologis yang terkandung dalam kegiatan tersebut. Nilai-nilai positif yang terkandung seperti sikap gotong royong, merasakan kebersamaan, menjalin kekompakan dan kerjasama, serta menumbuhkan rasa syukur atas segala rizki yang didapat dengan doa selamat. Terkhusus kajian dalam pembentukan karakter bagi anak-anak, kegiatan tunam memberikan makna yang mendalam dalam menanamkan nuansa Islami sejak dari kecil, dan hal itu biasanya lebih melekat dan selalu menjadi ingatan bagi mereka setelah dewasa dalam menjalani kehidupan.
2. Tradisi bedue/ makan bersama
Hari raya Idul Fitri diisi dengan saling bersilaturahmi. Makan bersama menjadi salah satu cara untuk bersilaturahmi antara sanak keluarga dan tetangga. Makan bersama bahkan sudah menjadi tradisi yang dilakukan sejak turun temurun. Setiap daerah di Indonesia memiliki tradisi makan bersama yang berbeda-beda.
Makan bersama di Kabupaten Kaur disebut Bedu'e atau dalam bahasa Indonesia yaitu berdo'a, dimana makan bersama ini didahului dengan berdo'a sebagai tanda terima kasih kepada Allah SWT.
Tradisi Bedu'e pada masyarakat Kabupaten Kaur ini dilaksanakan mulai dari malam terakhir puasa ramadhan hingga hari kedua hari Raya Idul Fitri. Hal unik dari tradisi Bedu'e ini yaitu tetangga yang diundang untuk makan bersama hanya tetangga laki-laki yang sudah menikah, dimana sang tuan rumah memasak sendiri masakannya. Tradisi ini masih dilakukan masyarakat, dimana hampir setiap rumah melakukan tradisi Bedu'e ini dalam kurun waktu 3 hari tersebut sehingga dalam 1 hari seorang laki-laki bisa makan 4-7 kali. Setelah dimulai dengan berdo'a dan diikuti makan bersama oleh laki-laki baru dilanjutkan oleh makan bersama kaum wanita/ anggota rumah.
Itulah beberapa tradisi masyarakat Kabupaten Kaur dalam menyambut Hari Raya Idul Fitri, semoga artikel ini bisa menjadi pengingat kita untuk selalu menghargai dan melestarikan tradisi yang ada.
#Bangga Tradisi Indonesia
Referensi :
Aliya, Qonita. 2008. Kamus Bahasa Indonesia Untuk Pendidikan Dasar. PT. Indahjaya Adipratama,tk.
Badriyah, L. Empati dalam Tradisi Membakar Tunam dan Melemang saat Malam Nujuh Likur pada Masyarakat Kabupaten Kaur, Tsaqofah & Tarikh: Jurnal Kebudayaan dan Sejarah Islam, 5(1), 2020.
Nice.. lanjut terus kak, uwu
BalasHapusStay tune ya
Hapus